Terkini

Rapat Akbar, Tim Kerja Abun Bersatu Tolak Musda Lemata

Kapabar – Tim Kerja Abun Bersatu menggelar Rapat Akbar untuk menolak Musyawarah Daerah (Musda) Lembaga Masyarakat Adat Tambrauw (Lemata) di Pantai Emaus Distrik Sausapor Kabupaten Tambrau, Senin (16/1).

Pantauan media ini, dalam rapat itu, lebih dari 500 masyarakat Suku Besar Abun yang hadir mewakili masyarakat Abun dari berbagai wilayah di Kabupaten Tambrauw. Tampak hadir beberapa anggota DPRD Kabupaten Tambrauw, dan Kepala Distrik Kabupaten Tambrauw yang juga wilayah adat suku Abun.

Beberapa agenda rapat dibahas dalam rapat itu, agenda pertama yakni pernyataan sikap Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dan Masyarakat Adat Abun untuk menolak Musda pembentukan Lemata di Kabupaten Tambrauw.

Agenda berikutnya yakni pembentukan Tim kerja Abun Bersatu menggantikan Tim Kerja Abun Bersatu yang dibentuk sementara, untuk mensukseskan jalannya Musyawarah Akbar Suku Besar Abun.

Ketua Tim Kerja Abun Bersatu, Yohaness Yembram menyampaikan Rapat Akbar itu bukan hanya melibatkan Tim Kerja Abun Bersatu, akan tetapi semua orang Abun yang terdiri dari 200 sub-sub suku yang beradah di atas tanah Abun.

“Kemudian tim ini kami bentuk kurang lebih memakan waktu 2 minggu. Dan kami berterima  kasih  partisipasi kebersamaan suku abon, sehingga bisa terselenggara dengan baik,” kata Yohaness di sela-sela waktu rapat.

Yohaness mengakui alasan mereka membentuk Tim Kerja Abun Bersatu karena merasa bahwa sebagai pemilik atau sebagai masyarakat yang punya hukum adat lebih besar. “Maksud punya hukum adat itu, sudah turun menurun. Kami saja sudah lebih 200 sub-sub suku,” jelas Yohaness.

Yohaness menambahkan kalau mereka punya wilayah yang besar di Kabupaten Tambrauw. Namun jika ada lembaga seperti Lemata berdiri di wilayah mereka, harus dipertanyakan siapa pemimpin dan dari suku mana?

“Kalau pemimpin nya punya hukum wilayah adatnya sendiri, oke. Kami dengan jelas menolak adanya lembaga di atas lembaga di atas tanah adat kami,” kata Yohaness.

Dia menambahkan, di dalam pembangunan, baik manusianya (SDM) atau hak-hak dasarnya hanya yang dilakukan pemerintah daerah hanya di depan berbicara enak, tapi dalam prakteknya itu sudah lain daripada yang lain.

“Saya ini mantan wakil bupati, saya rasa jika dilihat hal ini kan rasa sakit. Kami orang Abun manusianya sudah begitu, ibaratnya dalam sistem penjajahan p
Papua jatah negeri ini, didepan orang berbicara begini tapi dibelakang pelaksanaannya tidak jelas. Apalagi dibentuknya ini l
Lemata, lebih hancur lagi,” tegasnya.

Jadi, ujar dia, bahwa mereka semua sudah berkomitmen apapun yang terjadi suka ataupun duka harus menolak Lemata. “Tidak boleh ada di wilayah hukum adat, suku Abun,” singkatnya.

Dia mengakui Tim Kerja Abun Bersatu dibentuk juga untuk mempersiapkan kader yang akan diusung maju menjadi 01 Kabupaten Tambrauw di tahun 2024 mendatang.

“Agar, kader yang kami usung ini juga jika terpilih menjadi 01, bukan hanya bekerja tapi bisa memperhatikan putra-putri terbaik orang Abun. Karena 10 tahun orang Abun dianak tirikan dalam pembangunan,” ungkapnya.

Berdasarkan hasil rapat malam itu, kemudian Selasa (17/1) akan dilakukan orasi dengan harapan segala bentuk aspirasi bisa ditanggapi oleh Pemerintah Daerah (Pemda). “Jadi harapan saya ini harus pemerintah daerah ambil sikap untuk menolak adanya lamata di tanah suku abun,” paparnya.

Biro Hukum LMA Suku Abun, Niko Yesawen mengatakan, Lemata adalah suatu lembaga yang dibentuk atas dasar inisiatif sekelompok orang. Olennya, mereka dari LMA Suku Abun menolak dengan tegas sebab Lemata tidak mempunyai hak untuk menjadi pemimpin diatas suku Abun.

“Karena ini adalah suatu penjajahan suku maka lembaga lemata ini adalah inisiatif kelompok orang untuk kepentingan kedepan, maka kami dari suku Abun menolak dengan tegas,” Beber Niko.

Niko mengatakan, di Tanah Abun yang terdiri dari 15 Distrik dimana 12 Distrik ada di Kabupaten Tambrauw dan 3 Distrik lainnya berada di Kabupaten Sorong sepakat dengan tegas menolak Lemata, karena tidak ada lembaga yang berdiri diatas suku Abun.

“Kami LMA suku Abun berdiri karena kami punya wilayah, laut, tanah, kami punya hutan yang diwariskan dahulu kala sampai kami generasi sekarang,” jelasnya.

Tidak ingin tinggal diam, mewakili Ibu-Ibu suku Abun, Yusmina Yekwam mengatakan, tidak menerima dan menolak Lemata karena tidak tau dari mana asal Lemata. “Saya mau kami orang Abun tidak mau Lemata di atas Tanah Abun, dan dengan tegas kami menolak Lemata. Kami mau hidup dinegeri kami sendiri, kami sudah cukup menderita selama ada kabupaten disini bahkan krisis ekonomi di suku Abun,” katanya.

Ia menerangkan, mereka kaum hawa atau ibu-ibu yang sehari-hari mengais rejeki dengan berjualan di pasar tidak ada konsumen yang membeli, sehingga mereka tidak mau orang lain memipin di Kabupaten Tambrauw. “Kami mau berdiri sendiri, jadi kami menolak. Kami membentuk tim suku Abun untuk 2024. Agar kami memilih DPR bahkan bupati dari suku Abun,” sambungnya.

Mike Yekwam, selaku masyarakat adat dengan tegas menolak Lemata, karena suku Abun sudah punya kepala suku sebelum Kabupaten Tambrauw punya suku. “Kami punya LMA ada, jadi lembaga dari luar tidak usah untuk mengatur kami. kami sudah dimainkan seperti sapi yang dimainkan kesana-kemari,” ujar Mike. *AZS

Tampilkan Lebih Banyak

Artikel Terkait

Back to top button