Jembatan Meyof Ambruk, Polisi Diminta Periksa Kontraktor dan Konsultan
Kapabar – Ketua Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD PA GMNI) Papua Barat Yoseph Titirlolobi, SH meminta Polda Papua Barat segera memanggil kontraktor dan konsultan yang telah membangun Jembatan Meyof Kabupaten Teluk Bintuni.
Yoseph menilai, polisi harus memanggil kontraktor dan konsultan yang dimaksud, karena diduga telah melakukan pembangunan secara asal-asalan, sehingga jembatan yang menghubungkan lima distrik di kabupaten Teluk Bintuni itu ambruk.
“Kualitasnya yang jelek menandakan jembatan ini dibangun secara asal-asalan. Padahal fungsi jembatan ini sangat vital, yakni untuk menghubungkan 5 distrik yakni Distrik Moskona, Moskona Timur, Moskona Utara, Masyeta, dan Biskoop. Tentu masyarakat sangat berharap jembatan ini segera dibangun dan rampung tahun ini,” kata Yoseph.
Yoseph kepada media ini juga tidak bisa menerima alasan PT Alfa Joy yang dipimpin oleh Alfon Siagian sebagai pemenang tender, yang mengatakan ambruknya jembatan ini disebabkan oleh faktor alam. Apalagi lanjut Yoseph, hujan hanya turun selama 3 dan tidak hanya terjadi di Bintuni, tetapi juga di hampir seluruh kota serta kabupaten di Papua Barat.
Akan lebih masuk akal kata Yoseph lagi, kalau kontrakor dan konsultan beralasan kalau jembatan itu ambruk akibat gempa bumi. Namun dalam beberapa waktu belakang sambung Yoseph, bencana alam berupa gempa ini tidak terjadi di Bintuni.
“Sebenarnya ini bukan faktor alam atau banjir, tetapi ini karena kerja asal-asalan untuk meraih keuntungan dan mengejar target. Akhirnya jembatan ini kualitasnya tidak bagus dan ambruk. Seharusnya pihak kontraktor lebih jeli dan menggunakan bahan-bahan yang berkualitas, mulai dari besi batu, hingga semen agar jembatan itu bisa digunakan masyarakat untuk jangka panjang,” sesal Yoseph yang ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/2).
Yoseph juga menyayangkan umur Jembatan Meyof yang singkat, mengingat APBDĀ Provinsi Papua Barat yang dikucurkan untuk membangun media penghubung antar kampung ini mencapai nilai Rp 27 miliar, yang dibagi dalam dua tahap, yakni Rp 9 miliar pada tahun 2020 dan Rp 18 miliar pada tahun 2021.
“Saya yakin akan ada banyak temuan dan pelanggaran hukum kalau Polda Papua Barat usut proyek jembatan ini. Bayangkan, menurut informasi yang kami dapatkan dari masyarakat, pihak kontraktor saja dalam pengerjaan proyek ini baru di tahap pemasangan balok girder di atas abutment dan pilar. Makanya harapan saya pihak penegak hukum dan melihat kasus ini sebagai masalah yang serius karena menyangkut akses jalan masyarakat di 5 distrik,” tuntas Yoseph.*HMF