Terkini

Ada Hutang Rp 150 Miliar dalam Kesepakatan Perdamaian Gubernur dan Rico Sia

Kapabar – Sampai saat ini, Pemerintah Provinsi Papua Barat belum juga melunasi hutang mereka yang bernilai Rp 150 miliar kepada Anggota DPR RI Rico Sia. Hutang ini sendiri merupakan harga dari kesepakatan perdamaian antara Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan dan Rico Sia, seperti yang telah tertuang dalam Keputusan Pengadilan Negeri Sorong nomor 69/PDT.G/2019/PN Sorong tanggal 30 Oktober 2019.

Max Mahare selaku kuasa hukum dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, pun angkat bicara terkait laporan Rico Sia ke KPK.

Dijelaskan Max, berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Sorong nomor 69/PDT.G/2019/PN Sorong tanggal 30 Oktober 2019, telah termuat kesepakatan perdamaian antara pihak pertama selaku penggugat yakni Rico Sia, yang diwakili kuasa hukum Kantor Hukum Makasar & Co, melawan pihak kedua Gubernur Provinsi Papua Barat Dominggus Mandacan, yang diwakili kuasa hukumnya Max Mahare dan Associates.

“Dalam putusan inkrah tersebut termuat kesepakatan perdamaian antara pihak pertama Rico Sia yang diwakili kuasa hukum oleh kantor hukum Makasar & Co melawan pihak kedua Gubernur Provinsi Papua Barat, Dominggus Mandacan yang diwakili saya sendiri dan Associates,” kata Max.

Dijelaskan Max, sebelum adanya kesepakatan perdamaian, Sidang Pertama pada hari Rabu 21 Agustus 2019 terkait laporan tersebut sempat terlaksana, meskipun saat itu sidang tidak dihadiri oleh pihak tergugat. Bahkan lanjut Max, sidang kedua yang dihadiri kuasa hukum penggugat dan kuasa hukum tergugat 1 dan tergugat 2, juga sempat terlaksana.

Dijelaskan Max, saat itu prinsipal tidak hadir dan memberi kuasa kepada kuasa hukum masing-masing untuk bersidang, dimana majelis hakim kemudian melakukan mediasi untuk pertama kalinya. Saat itu sambung Max, mediator persidangan, Rays Hidayat memberikan kesempatan kepada para pihak yang berperkara untuk melakukan upaya perdamaian dengan jangka waktu mediasi selama 30 hari sesuai Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2016.

Menindaklanjuti lanjuti saran mediator tadi lanjut Max, tepatnya tanggal 7 September 2019, ia bertemu dengan Gubernur Papua Barat untuk melakukan advokasi terkait mediasi perdamaian di Pengadilan Negeri Sorong.

Menurut Max, saat bertemu dengan gubernur, dirinya sempat menjelaskan mengenai perkembangan persidangan dan aturan hukum, yang mana jika prinsipal tidak hadir di persidangan maka dirinya sebagai kuasa hukum menjadi perwakilan prinsipal.

“Setelah bertemu gubernur, saya bersama tim bertemu Kabiro Hukum Setda Provinsi Papua Barat. Dan atas arahan Gubernur, sebelum melakukan upaya atau tindakan hukum, saya harus telebih dahulu berkordinasi dengan biro hukum. Nah dalam rentang waktu mediasi 30 hari, saya dan tim kordinasi menanyakan kepastian usulan perdamaian dari penggugat. Tidak hanya itu, saya sebagai kuasa hukum juga sudah beberapa kali meminta usulan perdamaian dari penggungat dengan tertulis, untuk alat bukti surat-surat pendukung, tapi tidak ada. Bahkan sampai saat ini Pemerintah Daerah Provinsi papua Barat tidak pernah memberikan alat bukti surat terkait perkara tersebut kepada kuasa hukum,” beber Max.

Dilanjutkan Max, kemudian pada tanggal 11 September 2019, pihak penggugat memberikan usulan perdamaian dengan besaran Rp 357 miliar dengan rincian materil Rp 157 miliar dan non materil Rp 200 miliar, namun setelah negosiasi turun dari Rp 357 miliar, yang mana Rico Sia memberikan penawaran Rp 223 miliar dengan rincian materil Rp 157 miliar dan non materil Rp 66 miliar.

Lanjut Max Mahare, menindak lanjuti gugatan dari Rico Sia itu, Gubernur Papua Barat secara terbuka hanya menyanggupi dan menyetujui pembayaran senilai Rp 150 miliar.

“Kemarin saya ditelephone dari perpanjangan tangan bapak gubernur Papua Barat dan dipanggil anak, dalam hal ini Rocky Mansawan. Dia bilang begini, kaka petunjuk dari bapak Gubernur yang disetujui hanya Rp 150 miliar. Saya sendiri juga sudah memastikan langsung bahwa apa yang disampaikan oleh Rocky ini memang benar-benar keputusan Gubernur. Saya juga sudah bertemu langsung dengan Gubernur Papua Barat di Jakarta, bertepatan dengan pelantikan pak Jokowi, dan beliau juga mengutarakan hal yang sama,” beber Max di Kantor Peradi Sorong, Kamis (20/5).

Diterangkan Max juga, bahkan surat usulan perdamaian yang dibuat sudah dikoreksi beberapa kali oleh pihak Pemerintah Provinsi Papua Barat, dalam hal ini Kepala Biro Hukum Setda Papua Barat.

“Ada beberapa koreksi dalam surat usulan perdamaian itu, misalnya dalam pasal 1 terkait ganti rugi sebesar Rp 150 miliar, akan dilakukan pembayaran sesuai kemampuan keuangan daerah. Dimana keputusan saat itu, Rp 100 miliar akan dibayarkan pada tahun 2020 dan Rp 50 miliar dibayarkan pada tahun 2021. Semua bukti ada di saya selaku kuasa hukum Gubernur Papua Barat,” ungkap Max.

Dalam wawancaranya, Max juga mengungkapkan kekecewaaannya yang sampai saat ini belum mendapat surat pencabutan kuasa oleh prinsipal atau Gubernur Papua Barat, dimana ia diganti secara sepihak oleh Kabiro Hukum. Meskipun demikian Max tidak ingin mempersoalkannya dan hanya berfokus pada penyampaian kebenaran atas persoalan yang simpang siur di masyarakat. Termasuk sambung Max, tentang perlawanan hukum yang dilakukan oleh Gubernur Papua Barat di tingkat Pengadilan Negeri dan di Pengadilan Tinggi, dengan putusan menolak perlawanan hukum, kuasa hukum Gubernur Papua Barat yang telah dialihkan ke Kosmos Refra dan kawan-kawan.

Dikatakan Max, yurisprudensi Mahkamah Agung, berupa putusan perdamaian tidak mungkin diadakan dengan permohonan banding atau kasasi, karena putusan perdamaian adalah putusan tertinggi. Sehingga sambung Max tidak mungkin ia mengajukan perlawanan itu.*HMF

Tampilkan Lebih Banyak

Artikel Terkait

Back to top button