Dewan Adat Papua Serukan untuk Tidak Memilih Calon Pemimpin Pelanggar HAM dan Politik Identitas

Kapabar – Mengikuti dan mencermati perkembangan perpolitikan nasional menuju pemilihan umum 14 Februari 2024 ( PEMILU ) dan mulai memasuki tahapan kampanye politik yang dimulai dari hari ini, Selasa 28 November 2023 – 10 Februari 2024 kemudian 14 Februari 2024 tahapan pencoblosan dilaksanakan, Dewan Adat Papua mengeluarkan seruan moral kepada segenap elemen Masyarakat Adat Papua dan penduduk di 6 Provinsi di Tanah Papua untuk tidak memilih calon yang memiliki track record sebagai pelanggar HAM.
Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay, Provinsi Papua Barat Dan Papua Barat Daya, Mananwir Paul Finsen Mayor,S.IP.,CM.NNLP, mengatakan Dewan Adat Papua ( DAP ) memandang bahwa sebagai pemegang otoritas adat di Tanah Papua menyerukan kepada segenap Masyarakat Adat Papua maupun penduduk yang mendiami enam provinsi di tanah Papua untuk tidak boleh memilih calon Presiden Republik Indonesia dengan rekam jejak yang diduga kuat sebagai Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia ( HAM ) dan memainkan politik dinasti dengan menggunakan ‘ewenangan Tertentu’ untuk merebut kekuasaan.
lanjut Paul, Dewan Adat Papua juga Menolak dengan tegas calon presiden Republik Indonesia yang maju dengan menggunakan politik identitas karena akan menghancurkan semua tatanan kehidupan masyarakat di Tanah Papua maupun di seluruh wilayah di Indonesia.
“Dewan Adat Papua perlu menegaskan kembali kepada semua pihak bahwa Masyarakat Adat Papua mengalami kondisi trauma ketakutan yang mendalam atas kekejaman militer dimasa lalu, dimana Masyarakat Adat Papua mengalami tindakan represif oleh rezim orde baru sehingga sampai saat ini banyak sekali korban-korban pelanggaran HAM berat yang diabaikan dan tidak pernah ada perhatian khusus oleh negara terhadap kondisi hidupnya sampai saat ini,” jelas Paul.
Paul kemudian menyerukan kepada segenap Masyarakat Adat Papua dan penduduk Papua di enam provinsi di Tanah Papua untuk melihat dengan hati nurani yang tulus dan bersih, bahwa sesungguhnya kita memilih pemimpin yang mempunyai rekam jejak baik dan bersih atau berpihak kepada rakyat kecil, serta dapat memberikan kepastian hukum bagi Masyarakat Adat Papua dan juga segenap penduduk di tanah Papua.
“Kita tentunya mau memilih pemimpin yang mencintai, menghormati harkat dan martabat Orang Papua. Memilih pemimpin yang berpihak kepada kaum kecil, memilih pemimpin yang kemudian tidak akan melakukan operasi militer di Tanah Papua tetapi mengedepankan pendekatan humanistik atau dialog berasas kekeluargaan untuk membangun kesejahteraan dan masa depan Papua yang lebih baik,” kata Paul.
Paul dalam wawancaranya juga mengajak anak-anak Adat Papua yang ada di pemerintahan maupun diberbagai partai politik untuk memikirkan masa depan masyarakat adat Papua dan masa depan generasi penerus Orang Papua, dengan tidak mengajak Masyarakat Adat Papua maupun penduduk Papua untuk memilih pemimpin dengan rekam jejak diduga kuat terlibat sejumlah pelanggaran HAM di Tanah Papua di masa lalu.
“Anak-anak Adat Papua jangan mengajak atau mengarahkan Masyarakat Adat Papua maupun penduduk enam Provinsi di Tanah Papua untuk memilih pemimpin yang menggunakan politik identitas ataupun suku, agama, dan ras atau antar golongan, karena jelas itu akan merusak tatanan kehidupan sehari-hari di Tanah Papua maupun di Seluruh Wilayah di Indonesia,” tegas Paul mengakhiri.*HMF