Tim Yakob Kareth Bantah dan Luruskan Statement Menang Kosong dari Kuasa Hukum Pemkot Sorong

Kapabar – Tim Kuasa Hukum Yakob Kareth, Muhammad Husni Seter, Yoseph Titirlolobi, dan Udin Faudin Wainsaf membantah sekaligus meluruskan statement kuasa hukum Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong, Max Mahare mengenai klien mereka yang dikatakan menang kosong.
Muhammad Husni Seter mengatakan bahwa pihaknya sebagai kuasa hukum dari Yakob Kareth dan praktisi hukum, merasa perlu meluruskan statement menang kosong dari Max Mahere yang menurutnya tidak ada dalam istilah hukum.
Menurut Husni, kuasa hukum dari Pemerintah Kota Sorong tidak memahami amar putusan poin IV dalam putusan, dimana Pengadilan Tata Usaha Negara telah menegaskan mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi hak penggugat dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.
“Jadi ada perintah disini bahwa tergugat harus melakukan rehabilitasi ini. Rehabilitasi itu sendiri harus punya pembuktian tentang pemulihan keadaan seperti sediakala, termasuk jabatan kliennya melalui surat keputusan sebagai Sekda Pemerintah Kota Sorong,” tegas Husni.
Husni kemudian mempertanyakan hal-hal yang kurangi dipahami kuasa hukum Pemerintah Kota Sorong dalam amar putusan tersebut. “Orang awam baca amar putusan ini pun saya yakin akan langsung paham. Perlu saya jelaskan juga bahwa perintah amar putusan bersifat eksekutorial, jadi kalau mereka bilang putusan ini non executable, jelas itu tidak punya dasar,” ujar Husni.
Kemudian Husni juga menyoroti kesalahan prosedur penerbitan Surat Keputusan (SK) yang menjadi fokus pokok Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam memutus perkara ini. Husni mengatakan, yang menjadi bahan kajian disana adalah apakah surat mutasi jabatan kliennya dari sekda menjadi staf ahli sesuai prosedur yang ada. Ternyata sambung Husni, ditemukan cacat prosedural saat fakta-fakta hukum dijabarkan dalam persidangan.
“Cacatnya dimana? Berdasarkan evaluasi kinerja dari Inspektorat Provinsi Papua Barat, seharusnya saat itu Yakob Kareth yang mendapatkan nilai C mendapat pembinaan dan diberi waktu selama 6 bulan untuk memperbaiki kinerja, seusai dengan peraturan pemerintah nomor 30 tahun 2019 dipasal 57. Nah hal itu dilakukan atau dilanggar,” beber Husni.
Lanjut Husni, fakta persidangan selanjutnya tentang SK mutasi yang keluar terlebih dahulu dibanding evaluasi kinerja. Dikatakan Husni fakta persidangan yang ia sebutkan tadi justru didapat dari saksi-saksi yang diajukan oleh tergugat.
“Apa yang terjadi saat itu kan tidak masuk akal, makanya majelis hakim Perdilan Tata Usaha Negara Jayapura secara sah dan meyakinkan menilai telah terjadi pelanggaran prosedural dalam pembuatan SK mutasi Yakob Kareth,” terang Husni.
Husni secara gamblang menyatakan keberatan dengan statement kuasa hukum Pemerintah Kota Sorong yang mengatakan bahwa SK mutasi sekda Yakob itu dinyatakan sudah tidak berlaku, karena pada 22 Agustus 2022 telah terbit SK mutasi jabatan atas nama Amos Kareth.
“Kalau kita cermati 2 SK ini meyangkut dua subjek dan objek yang berbeda dan tidak bisa menyatu. Sesuai aturan, memang ada kewenangan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menarik dan menyempurnakan SK, tapi SK itu hanya bisa dicabut dengan SK lagi. Bukan SK ini muncul dan SK yang berbeda muncul lagi kemudian serta merta membatalkan SK yang pertama. Kalaupun kuasa hukum Pemerintah Kota Sorong mengatakan SK mutasi jabatan sekda itu dibatalkan, jadi dimana SK yang membatalkannya? tidak ada sampai sekarang. Itu asas yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun,” bebernya lagi.
Husni menambahkan bahwa pihaknya membuka diri jika kuasa hukum Pemerintah Kota Sorong ingin melakukan banding, mengingat putusan yang ada belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Tapi menurut Husni bisa saja Pj Walikota Sorong tidak menginginkan adanya banding tersebut.
“Mengajukan banding adalah hak dari Pemerintah Kota Sorong, cuma yang perlu diketahui Walikota yang saat bersengketa sejak awal berbeda dengan Pj walikota yang sekarang, jadi pasti ada pendapat, pertimbangan serta kebijakan yang berbeda. Lagipula tanpa putusanpun, secara hukum admnistrasi pemerintahan, pejabat yang mengeluarkan SK itu secara mandiri bisa mencabut dan memperbaiki SK itu sendiri. Jadi Pj saat ini memiliki kewenangan itu,” tuntas Husni.*HMF