Terkini

GMNI : Jaksa Agung Bernyali Besar, Kejari Sorong Malah Loyo dalam Dugaan Tipikor ATK Kota Sorong

Kapabar – Penanganan kasus dugaan tindak pindana korupsi (tipikor) Alat Tulis Kantor (ATK) dan barang cetakan Kota Sorong tahun anggaran 2017 yang telah merugikan negara sebesar 8 miliar lebih, di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong, oleh Kejari Sorong dinilai GMNI jalan ditempat. Padahal penanganan dugaan tindak pidana korupsi itu sudah berjalan hampir dua tahun lamanya.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Working Ideologi Kota Sorong Angki Dimara mengatakan, lambatnya penanganan dugaan tipikor tersebut sangat disesalkan mengingat disaat yang bertepatan Jaksa Agung ST. Burhanuddin menunjukkan nyalinya dalam menangkap para Koruptor Raksasa.

“Banyak kasus korupsi besar yang melibatkan orang kuat di tanah air ini mampu dibongkar oleh Jaksa Agung ST. Burhanuddin. Hal ini kebalikan dengan yang terjadi di Kota Sorong dimana Kejari Sorong malah terkesan takut dan loyo dihadapan oknum pejabat tertentu yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi ATK ini,” sesal Angki yang ditemui di Kota Sorong, Jumat (20/5).

Parahnya lanjut Angki, kasus korupsi ATK tersebut sudah memasuki umur hampir dua tahun, namun sampai sekarang Kejari Sorong belum dapat menetapkan tersangka. “Kasus ini sudah hampir 2 tahun berjalan dan Kejari Sorong masih dengan berbagai macam alasan yang kurang jelas. Padahal masyarakat Kota Sorong sudah lama dan masih menunggu perkembangan kasus ini,” ujar Angki.

Dikatakan Angki, dalam dugaan tindak pidana korupsi ATK Kota Sorong ini Kejari Sorong telah melakukan pemeriksaan terhadap 20 orang saksi, diantaranya Wali Kota Sorong, Ketua DPRD Kota Sorong, mantan sekwan, mantan Kepala BPKAD Kota Sorong, mantan Kepala Inspektorat, Sekda Kota Sorong yang juga saat itu merangkap sebagai Plt Kepala BPKAD Kota Sorong, serta para saksi lain yang di anggap mengetahui aliran dana ATK itu kemana saja.

Seharusnya kata Angki, dengan banyaknya saksi yang telah diperiksa, Kejari Sorong seharusnya sudah mampu menetapkan tersangka dan bukan terkesan mengulur waktu dengan berbagai alasan. Apalagi menurut Angki, berdasarkan amanat UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), Kejari Sorong memiliki kewenangan penuh untuk menindaklanjuti penyelidikan kasus ATK untuk naik ketahap penyidikan dan menetapkan tersangka disertai jumlah kerugian negara.

“Tahun kemarin Kejari Sorong beralasan Covid-19 membuat mereka terkendala untuk memeriksa saksi ahli, dan itu diberitakan oleh sejumlah media. Sekarang Covid telah selesai dan penerbangan sudah lancar, terus kendalanya dimana? Saya juga mengingatkan Kejari Sorong untuk jangan coba-coba masuk angin, dan membuat seolah-olah kasus ini susah untuk diungkap. Kalaupun memang tidak mampu mengungkap dugaan kasus korupsi ATK ini, saya rasa Kepala Kajaksaan Sorong juga layak untuk diganti,” tegas Angki.

Sebagai bentuk keseriusan mereka dalam mengawal kasus ini Angki mengatakan dalam waktu dekat GMNI Working IdeologiĀ  akan turun kejalan untuk melakukan unjuk rasa, dimana unjuk rasa akan dilaksanakan di dua tempat, yakni di halaman Kejari Sorong dan di depan Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta Selatan.

“Dalam waktu dekat GMNI Kota Sorong akan melakukan koordinasi dengan DPP GMNI Pusat dan DPC GMNI Jakarta Selatan untuk melakukan aksi unjuk rasa di Kejagung dan meminta Jaksa Agung dalam aspirasi kami nanti, agar segera mengambil tindakan untuk mencopot Kejari Sorong jika dalam waktu dekat tidak juga mampu mengungkap dugaan korupsi ATK Kota Sorong ini,” kata Angki.

Angki pun mengingatkan demo yang akan dilakukan GMNI tentu sebagai bentuk dukungan penuh terhadap nawacita Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi dan komitmen Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mencopot serta mengevaluasi setiap kejati dan kejari yang tidak mampu mengungkap kasus korupsi didaerahnya masing-masing.

“Selain unjuk Rasa, kami juga akan melayangkan surat kepada Komisi III DPR-RI untuk memanggil Kejagung dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), untuk mempertanyakan penanganan kasus ATK Kota Sorong yang lambat ditangani oleh Kejaksaan Negeri Sorong ini,” tukas Angki.*HMF

Tampilkan Lebih Banyak

Artikel Terkait

Back to top button

This will close in 10 seconds