Kian Meruncing, Pihak Ferry Kecam Statement Kuasa Hukum Double O
Kapabar – Yance Salambauw, S. H,.M.,H selaku Kuasa hukum dari Ferry Saputra, mengecam statement dari pihak Double O Sorong Karaoke & Eksecutive, Yoseph Titirlolobi, yang menyebut mereka telah melakukan perampokan secara halus.
Parahnya ungkap Yance, Yoseph melontarkan pernyataan itu tanpa memahami betul isi perjanjian yang sebelumnya telah ditandatangani oleh kliennya dan pihak Double O.
Yance menjelaskan, kasus yang terjadi antara kliennya dengan pihak Double O Sorong bermula pada perjanjian sewa-menyewa lahan. Dimana kliennya, yakni Fery Saputra selaku pemilik lahan berdirinya bangunan Double O Sorong.
“Sebenarnya antara klien kami secara pribadi yaitu Fery Saputra dengan PT. Panca Indah Kurnia atau Double O itu melakukan perjanjian sewa-menyewa. Fery adalah pemilik tanah, yang hari ini terbangun suatu bangunan atas nama double O. Didalam perjanjian itu tertulis untuk 15 tahun dibayar, dengan sewa pertahunnya Rp. 150 juta,”ujar Yance yang ditemui di kantor PT. Intraco Dharma Ekatama, Sabtu (10/7).
Diungkapkannya, dalam perjanjian sewa-menyewa tanah tersebut ada dalam 3 fase selama 15 tahun dan dijadwalkan untuk tahun periode pertama adalah 5 tahun, dengan pembayaran pertahunnya Rp.150 juta.
Pihaknya juga sangat menyayangkan dengan adanya pernyataan dari Kuasa hukum Double O, yakni Yoseph Titirloloby di media. Dimana dalam pemberitaan, Yosep menyebutkan bahwa Fery Saputra mencoba menguasai harta atau aset Double O lewat gugatan yang dilayangkan ke pengadilan negeri Sorong, terkait perbuatan melawan hukum dan Wanprestasi.
“Saya menegaskan, berdasarkan dokumen pengadilan menjelaskan bahwa Yosep Titirloloby bukanlah kuasa hukum Double O seperti yang terekspos di media. Yang kami ketahui sebagai Kuasa hukum adalah saudara Muhamad Husni. Kami juga keberatan dengan beberapa statemen dari Yosep yang menjelaskan bahwa klien kami hendak merampok atau menguasai aset Double O, “ucap Yance.
Padahal, sambungnya, dalam perjanjian disebutkan dengan jelas bahwa dalam interval waktu empat bulan keterlambatan pembayaran, maka objek yang berdiri diatas tanah sengketa itu menjadi pemilik tanah.
Yance juga membantah pernyataan Yosep yang menyebutkan bahwa pemilik Double O, yakni Robby Iswandi beralasan tidak bisa membayar karena terdampak akibat COVID-19. Sebab, pada bulan Mei 2021 perusahaan mampu membayar deviden kepada para pemegang saham. Artinya perusahaan saat itu sambung Yance, dalam kondisi yang stabil dan memiliki pemasukan.
Selain itu, Yance menilai, Double O Sorong tidak dalam posisi rugi. Sebab, kuasa hukum pernah merilis berita di media untuk mendesak walikota Sorong menutup Double O, karena masih beroperasi pada saat pandemi.
“Saudara Yoseph pada bulan April 2021 lalu, dalam rilisnya itu mendesak Walikota Sorong untuk menutup Double O karena pada saat pandemi masih beroperasi dan diklaimnya satu hari bisa dihadiri sampai 200 orang. Namun, pada pemberitaan kemarin yang berangsangkutan mengatakan hal yang sebaliknya, yaitu kliennya tidak bisa membayar karena pandemi yang kemudian diakui sebagai alasan untuk tidak membayar sewa. Dalam kurun waktu yang relatif singkat dia bisa memberikan pernyataan yang berbeda, silahkan kalian yang menilai, “terangnya.
“Memang benar pandemi ini bisa dikatakan force Majeure, tapi seperti apa? apakah ada perjanjian itu dari awal. Pandemi ini kan tidak hanya dialami Double O, klien kami Juga mengalami hal yang sama, dan ingat ini bukan berbicara soal pinjam- meminjam uang sebagai mana dimaknai oleh kuasa hukum Double O. Dia menyamakan dengan leasing dan debitur, ini jelas berbeda karena ini soal hukum sewa-menyewa,” tambahnya.
Yance menegaskan bahwa pihaknya akan membuktikannya dalam persidangan, sekaligus menepis pernyataan kuasa hukum Double O, bahwa dimasa pandemi COVID-19 diklasifikasikan sebagai suatu alasan untuk meniadakan pembayaran.
Menurutnya, jika pihak Double O merasa tidak mampu melakukan pembayaran dalam kurun waktu tertentu, maka bisa menyurat untuk meminta penundaan pembayaran.
“Sewa menyewa itu sudah diatur dengan jelas harganya di dalam. Kalau yang bersangkutan merasa betul bahwa pandemi Covid-19 ini menggangu ya bermohon lah, tidak bisa menunggu upaya permohonan itu datang dari pihak kita. Harusnya itu datang dari mereka yang merasa tidak mampu. Mereka bisa membuat surat untuk meminta penundaan pembayaran, dan itu juga tidak pernah disampaikan. Dia tidak perlu menunggu somasi, karena dalam perjanjian sewa tidak menyebutkan somasi. Untuk itulah kami membawa persoalan ini ke pengadilan, “tuturnya.
Sementara terkait pernyataan Kuasa hukum Double O yang menyebutkan bahwa mereka tidak mendapatkan salinan dokumen perjanjian sewa-menyewa, menurut Yance hal itu tidak akan merubah isi dari dokumen perjanjian tersebut.
“Kalau mereka tidak memiliki salinan dokumen tinggal minta, kita kasih salinannya. Kalau merasa tidak memiliki dokumen harusnya dari awal mintanya, lagian mereka bisa membayarkan sewa kontrak di tahun pertama dan kedua. Kalaupun hilang, tidak akan berubah isi perjanjian dari sesuatu yang mereka sudah tandatangani. Sebab di tahun pertama dan kedua mereka bayar sewa sesuai perjanjian. Kenapa ketika digugat baru bilang tidak ada perjanjian,“ tegasnya.
Yance sekali lagi menegaskan, meskipun kliennya merupakan pimpinan PT. Intraco Dharma Ekatama, permasalahan tersebut tidak ada kaitannya dengan perusahaan. Sebab, gugatan yang dilayangkan ke pengadilan atas nama pribadi.
“Sesungguhnya pernyataan kuasa hukum yang mengkait-kaitkan PT. Intraco, itu diluar dari permasalahan ini dan kita bisa tempuh proses hukum jika sekiranya pihak yang merasa dirugikan memberikan kuasa kepada kami untuk diroses lebih lanjut,” tuntas Yance.*HMF