Kerugian Dikembalikan, Proses Hukum Dugaan Kasus Korupsi Anggaran ATK di BPKAD Harus Jalan Terus
Kapabar – Yoseph Titirlolobi yang merupakan kuasa hukum dari Petrus Nauw, mantan anggota DPRD Kota Sorong yang beberapa waktu lalu dipanggil sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) anggaran pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) Tahun Anggaran 2017, di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemerintahan Kota Sorong, menegaskan bahwa proses hukum dari sebuah kasus tindak pidana korupsi wajib dan harus tetap berjalan meskipun kerugian telah dikembalikan.
Statement Itu Yoseph keluarkan setelah beberapa oknum di Pemerintahan Kota Sorong, telah mengembalikan uang senilai Rp 2 miliar yang diketahui merupakan anggaran pengadaan ATK Tahun 2017 di BPKAD Kota Sorong.
Yoseph menegaskan, dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara, atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku karena korupsi, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Artinya sambung Yoseph, silahkan uang dikembalikan, tapi itu tidak menghapus tindak pidananya, proses hukum tetap jalan.
āJadi kita dukung kejaksaan agar proses hukum ini tetap jalan. Mengenai statement Kuasa hukum Pemerintah Kota Sorong yang mengatakan bahwa pihak Pemerintah Kota Sorong sudah mengembalikan uang Rp 2 miliar dan memiliki alat bukti itu kan persepsi mereka. Tapi di kejaksaan kan punya tim penyidikan dan ada metode penyelidikan sendiri, kenapa kita harus berasumsi bahwa dengan dikembalikannya uang Rp 2 miliar itu terus tidak diperiksa,” kata Yoseph.
Yoseph juga mengungkapkan bahwa dirinya menduga ada jumlah kerugian yang lebih besar, mengingat kliennya yang merupakan mantan anggota DPRD kota Sorong Bagian Anggaran (Banggar) periode 2014-2019 mengakui jika anggaran itu tidak dibahas, dan membenarkan ada kerugian negara Rp. 8 milyar.
Yoseph yang ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (20/3) juga menyayangkan ketidakhadiran walikota Sorong, Drs. Ec.Lambert Jitmau, M. M, pada pemanggilan yang dilakukan kejaksaan negeri Sorong, dengan alasan sedang berdinas di luar kota. Belum lagi sambung Yoseph, adanya oknum-oknum yang mulai bersuara dengan mengatakan kasus ini telah mencoreng nama baik wali kota sebagai Orang Asli Papua.
Dirinya menegaskan, kasus korupsi tidak sama dengan rasis, karena tidak memandang memandang suku, ras, agama dan golongan. Menurutnya, siapapun yang menyebabkan kerugian negara harus diproses hukum.
āKami mendukung penjadwalan kedua oleh pihak kejaksaan. Memangnya dia siapa, dia manusia biasa, dia juga harus tunduk pada hukum, jangan seenaknya saja tidak hadir. Dia sebagai pejabat harus menghormati dan memberi contoh bahwa dia menghormati proses hukum. Silahkan mengeluarkan bukti-buktinya nanti disana,ā ujar Yoseph.
āKami juga mendukung kepala BPKAD Hanok Talla harus jujur dan terbuka, kalau beliau tidak buka-bukaan resikonya sangat jelas. Jangan sampai beliau ditumbalkan dalam kasus ini,” lanjut Yoseph.
Dalam wawancaranya, Yoseph secara gamblang bahwa ia tidak sependapat dengan Kuasa hukumnya Pemkot Sorong, yang menyebutkan bahwa kewenangan pimpinan daerah itu hanya terkait kebijakan. Sedangkan masalah teknis jalannya instansi itu sangat dipahami oleh instansi bersangkutan.
āSoal yang dikatakan oleh Kuasa hukumnya bahwa kewenangannya pimpinan daerah itu hanya terkait kebijakan, sedangkan masalah teknis jabatan instansi yang bersangkutan itu salah. Soal kebijakan dia kan yang control setiap SKPD, bukan soal kebijakan. Dia tahu itu anggaran yang keluar cuma ada 4 orang yang tahu yakni sekwan, BPKAD, ketua DPRD dan walikota sendiri. Apalagi disampaikan oleh mantan sekda, bahwa dia tidak tahu menahu soal adanya anggaran tersebut, dan itu semakin menguatkan kalau hanya 4 orang ini yang tahu,ā beber Yoseph.*HMF