Polisi Tetapkan Kadis Pendidikan Kota Sorong dan Seorang Konsultan Sebagai Tersangka Korupsi
Kapabar – Polresta Sorong Kota menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Sorong berinisial YA dan seorang konsultan berinisial F sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat protokol kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2021. Penetapan kedua tersangka tersebut berdasarkan gelar perkara yang dilaksanakan di Polda Papua Barat, Kabupaten Manokwari pada 14 Juni 2024.
Kapolresta Sorong Kota Kombes Pol Happy Perdana Yudianto mengatakan, terkait penetapan tersangka tersebut berdasarkan LP/A Nomor: 5 VI 2023 Tanggal 27 Juni 2023.
“Kronologisnya pada tahun anggaran tahun 2021 Dinas Pendidikan Kota Sorong mendapatkan anggaran untuk pengadaan alat protokol kesehatan yang bersumber dari dana insentif daerah senilai Rp 4,7 miliar,” kata Happy kepada awak media saat press conference di Mapolresta Sorong Kota, Jumat 28 Juni 2024.
Dimana, ujar Happy, kegiatan tersebut dipecah menjadi enam kegiatan yang diperuntukkan untuk Dinas Pendidikan Kota Sorong guna pengadaan alat protokol kesehatan yang akan dibagikan ke seluruh sekolah mulai TK, SD, SMP se-Kota Sorong.
“Kemudian, Dinas Pendidikan Kota Sorong atau PPK tidak menyusun APS dan KAK. Namun hanya membuat RAB yang telah dimarkup harga satuan dan penyedia dalam hal ini penyerahan barang yang tidak sesuai dengan volume yang tertuang dalam kontrak. Sehingga, mengindikasikan terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara,” terang Happy.
Happy menjelaskan, barang bukti yang disita, pihaknya hanya menyita tujuh dokumen, diantaranya dokumen kontrak, dokumen pencairan, DPA perubahan tahun 2021, RAB, surat perjanjian, faktur pembelian, rekening koran CV Sarana Abadi Papua.
“Sesuai dengan hasil audit BPK RI, kerugian ditaksir senilai Rp 2,3 miliar. Kami juga sudah memeriksa 25 orang saksi dan saksi ahli yakni Auditor BPK RI, Pengelola Keuangan Daerah Kemendagri, Pengadaan Barang dan Jasa atau LKPP,” sebut Happy.
Menurut Happy, tersangka YA melakukan beberapa perbuatan melawan hukum diantaranya tersangka mencoba mencari bendera atau meminjam perusahaan dan bekerja sendiri.
“Seharusnya tidak diperkenankan bagi pejabat atau pejabat pengguna anggaran untuk bekerja sendiri. Karena harus ada pihak ketiga, setelah melakukan lelang. Lalu, tersangka juga tidak menetapkan APS dan KAK atas enam paket pekerjaan pengadaan tersebut, namun hanya menyusun RAB dan direkayasa,” terangnya.
Ia menambahkan, pasal yang dipersangkaan adalah Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 12 Huruf (I). Contohnya Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dan ditambahkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Juncto Pasal 55 KUHP.
“Pasal 2 Ayat 1 ini, perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dan korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Ancaman hukumannya minimal 4 tahun, paling lama 20 tahun dan denda Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” rincinya.
Selanjutnya, Pasal 3 yaitu setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangan kesempatan sarana atau padanya jabatan dapat merugikan keuangan negara. “Ini dipidana minimal 1 tahun paling lama 20 tahun denda sedikitnya Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” katanya.
Diakuinya, selain itu, tersangka berinisial F yang berperan sebagai konsultan dalam membantu YA untuk mencari perusahaan. Lalu yang bersangkutan melakukan pemalsuan tanda tangan perusahaan yang dipinjam dan membantu YA melakukan rekayasa-rekayasa.
“Pasal yang ditetapkan adalah Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999. Ancaman hukumannya paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun denda Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” urainya.
Dia menyebutkan, saat ini kedua tersangka sedang ditahan di Rumah Tahanan Polresta Sorong Kota untuk menjadi proses penahanan selama 20 hari kedepan untuk dilanjutkan ke tahap satu. *RON