
Kapabar – Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong, Hanock Talla, kembali “bertamu” ke Kejaksaan Negeri Sorong (Kejari) , Senin (18/1). Ini kali kedua Hanock dipanggil setelah pada tanggal 7 Januari 2020 lalu, yang bersangkutan juga menghadiri panggilan pihak Kejaksaan Negeri Sorong dan diperiksa hingga 8 jam.
Ternyata Hanock tidak sendirian, dimana salah satu mantan anggota DPRD Kota Sorong, Petrus Nauw juga ikut dipanggil oleh pihak Kejaksaan Negeri Sorong untuk “dijamu” dengan beberapa pertanyaan.
Berdasarkan pantauan Kapabar, Hanock telah masuk ke ruangan dan bertatap muka dengan Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Sorong sejak pagi hari. Dimana setelah Hanock masuk, pintu ruangan kasi pidsus langsung tertutup rapat.
Pemandangan mengejutkan selanjutnya pun terjadi, dimana Petrus Nauw juga nampak hadir di Kantor Kejaksaan Negeri Sorong. Sama seperti Hanock, setibanya di Kejaksaan Negeri Sorong, Petrus langsung masuk ke salah satu ruangan Pidsus.
Beberapa saat setelahnya, Petrus kemudian keluar dari ruangan pidsus dan meninggalkan Kantor Kejaksaan Negeri Sorong. Petrus Nauw ternyata tidak benar-benar pulang, dimana beberapa jam setelahnya Petrus kembali ke Kejaksaan Negeri Sorong didampingi LBH Gerimis yang dipimpin langsung oleh Yoseph Titirlolobi.
Hanock Talla sendiri baru meninggalkan Kejaksaan Negeri Sorong sekitar pukul 17.15 WIT, atau setelah kurang lebih 9 jam “bertamu” di ruangan Kasi Pidsus. Hanock bisa dibilang cukup betah bertamu di ruangan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Sorong, dimana dari dua kali pertemuan, yang bersangkutan rata-rata menghabiskan waktu hingga 8 jam.
Sayang saat hendak dimintai keterangan terkait kepentingannya dalam aktivitas tamu-bertamu itu, Hanock memilih bungkam dan berlalu pergi.
Berbeda dengan Hanock, Petrus yang ditemui usai keluar dari ruangan pidsus mengatakan, dirinya dipanggil sebagai saksi atas dugaan penyalah gunaan APBD tahun 2017.
Dikatakan Petrus, selama menjadi anggota DPR tahun 2014-2019 dirinya Berada di posisi badan anggaran. Karenanya jelas Petrus, dirinya dipanggil Kejaksaan Negeri Sorong untuk memberikan keterangan terkait dana realisasi belanja barang dan jasa ATK di BPKAD, sejumlah Rp 8 miliar yang berasal dari APBD induk dan perubahan.
“APBD induk saat itu nilainya kecil, sementara APBD perubahan jumlahnya besar, mendekati keterangan dari BPKAD yang mengatakan ada perbandingan 208,74 persen antara kedua jenis APBD tadi. Sementara seharusnya, yang besar itu seharusnya APBD induk bukan APBD perubahan. Dari sini saya bisa lihat ada niat-niat yang tidak sesuai dengan aturan dan kewenangan,” jelas Petrus.
Bahkan menurut Petrus, saat penggunaan APBD tersebut, pihaknya sebagai badan anggaran tidak diminta persetujuan.
“Ini ada surat dari wali kota nomor 900 tahun 2017 dan ini surat dari pimpinan dewan. Dalam suratnya wali kota meminta persetujuan pimpinan dewan yang kemudian juga dibalas dengan pimpinan dewan dengan menggunakan surat. Tetapi yang penting diketahui disini bahwa saat itu mekanisme dewan tidak jalan, dimana tidak ada surat dari badan anggaran yang seharusnya dirapatkan dan mendapat persetujuan sebelumnya. Itupun harus ada berita acara, notulen rapat, dan daftar hadir anggota dewan bagian badan anggaran, paling tidak 50+1. Tapi hal-hal yang saya sebutkan tadi tidak ada di dalam surat yang ditanda tangani oleh Petronela Kambuaya sebagai Ketua Dewan dan Denny Mamusung, berarti surat ini bisa dikatakan bukan berasal dari lembaga,” beber dia.
Melihat banyaknya kejanggalan tadi, Petrus meminta pihak Kejaksaan Negeri Sorong untuk menyeriusi dan kalau bisa menetapkan tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan realisasi belanja barang dan jasa ATK di BPKAD. Apalagi sambung dia, kasus ini sudah diketahui khalayak ramai.*HMF